Paijo dan Nirmala (CB)

Paijo dan Nirmala
( Clurit Berdarah)

Jantungku seakan copot, melihat darah merembes di sela jari - jari kakimu. Hatiku seakan diremas. Penyesalan begitu dalam tak dapat dihindarkan.
"Maafkan aku Nirmala. Maafkan aku sayang. Aku tak pernah berniat menyakitimu. Aku tak ingin kau terluka. Sudahlah. Kesinikan kakimu, biar ku obati."
Namun Nirmala berlalu dengan marahnya.
Remuk redam hatiku melihat luka di kakinya. Sementara clurit menyembul di balik telapak kaki tanpa sendal itu. Aku kaget.
Nirmala memang nekat. Kini baru kutahu dia tak pernah main - main dengan gertakannya.
Aku sungguh menyesal. Sepanjang jalan air mataku tak hentinya mengalir. Membuat mataku kabur, tak mampu melihat jalanan berlobang di depanku. Beberapa kali motor tua ini harus masuk lobang sehingga entah untuk kali keberapa dia tak mampu lagi melanjutkan perjalanannya. Sementara Nirmala melaju dengan  kencangnya di depanku. Aku tak mampu mengejarnya. Oh tuhan... Tolong jaga dia, selamatkan dia. Tak satupun yang boleh terjadi padanya.
Aku bergidik ngeri membayangkan kilatan clurit yang dibawanya. Aku sungguh takut sesuatu akan terjadi padanya.
Aku menyesal, sungguh aku menyesali semua perkataanku. Semua tuduhan yang tak beralasan.

Huf... Seperti biasa kami ribut lagi, ribut hanya karena urusan sepele. Namun berakibat berdarah - darah.
Oh membayangkannya saja aku sudah takut. Aku tak kuat hidup tanpa dia. Aku tak ingin terjadi sesuatu padanya.
"Nirmala.......!!!"
 Akhirnya Paijo tak kuasa menahan gejolak hatinya,.. dia menjerit ditengah hutan coklat yang seakan tak berujung.
Dia tak tau ke mana Nirmala membawa luka hatinya bersama sebuah clurit terhunus.
"Oh... , Jangan lakukan itu Nirmala, jangan sayang, ....huuuu uuu!"
Paijo merengek tak mampu melanjutkan pengejaran karena kakinya yang terkilir tak bisa ia gerakkan. Ia hanya terkulai lemas. Tak kuasa berbuat apapun .
Wajahnya pucat membayangkan kekasih yang sangat dicintainya itu berbuat nekat.
Ya, Nirmala memang nekat. Dia tak kan mengancam kosong. Seperti yang dilihat Paijo. Nirmala memegang clurit terhunus. Dia bukan perempuan bodoh. Yang siap untuk bunuh diri jika putus cinta. Ah bukan Nirmala namanya kalau dia secengeng itu.
Namun Paijo begitu nelangsa. Mengetahui clurit terhunus seakan akan Nirmala nekat bunuh diri... Duh membayangkan itu mau rasanya dia mati duluan.
Nirmala melanjutkan perjalanannya dengan hati terluka. Apa yang disampaikan Paijo tak mampu mengobati hatinya.
Dia meratapi nasibnya di sepanjang perjalanan. Menangisi cinta yang terlanjur terpaut pada laki - laki berangasan ini. Dia begitu setia, bahkan siap mati demi cintanya. Namun Nirmala bukan perempuan bodoh yang akan nekat bunuh diri, tidak... pikirnya.
Ini untuk Paijo. Untuk ketenangan hatinya. Untuk sebuah  kepercayaan. Kau boleh bunuh aku Paijo, kalau kau memang tak lagi mempercayaiku.
Bagiku tak ada gunanya juga hidup denganmu tanpa saling percaya.
Aku memang bukan biarawati, tapi aku memelihara diriku seperti mereka.
Janganlah mengada-ada, jangan memfitnahku tanpa alasan.
Kalau hanya perkiraanmu, carilah bukti yang autentik supaya kamu bisa meyakinkan diriku. Jika aku bersalah.
Atau kalau kamu tak puas juga, ini ... Kuserahkan nyawaku di tanganmu.
Nirmala tiba - tiba datang dari arah kiri, tak satupun yang menyadari, ternyata mereka mengambil jalan melingkar.
Sambil mencabut clurit dari balik motornya, dia menyerahkan clurit terhunus ketangan Paijo.
"Silahkan Paijo... Ini leherku, siap kau tebas kapanpun kau mau...."Nirmala meletakkan clurit itu digenggaman Paijo dan mehunuskannya  tepat dilehernya sendiri. Paijo masih bingung, seakan tak percaya melihat kehadiran Nirmala di depannya.
Sungguh suatu pemandangan yang mengerikan. Kalau lah ada seseorang yang lewat dan melihat adegan itu, tentulah akan menjerit ketakutan. Betapa tidak, seorang perempuan tengah telentangkan lehernya sementara di tangan si pria clurit terhunus menempel di sana.
Huff sungguh mengerikan.
Apa yang terjadi..?? Entahlah. Paijo meraung merangkul perempuan yang sangat dicintainya itu. Penyesalan selalu menghantuinya. Tak pernah sekalipun kulewatkan penyesalan dalam hidupku. Oh..mungkinkah penyesalan akan menghantui sepanjang hidupku...oh... Tuhan... Ataukah aku harus mati dalam penyesalan itu..?? Tanya itu tak terjawab. Namun selalu mengalir di sepanjang helaan nafasnya.

Sungai Rumbai, 28 Maret 2019

Komentar

Postingan Populer